Minggu, 01 Mei 2011

NII KW9 Bertahan karena Politisi

Padang news.com-JAKARTA-: Gerakan Negara Islam Indonesia (NII) Komandemen Wilayah (KW) 9 bertahan karena dipelihara oleh elite penguasa. Demikian diutarakan oleh Peneliti Sejarah NII Solahuddin dalam dialog polemik NII dan Radikalisme, Jakarta, Sabtu (30/4).

Pondok Pesantren Al-Zaytun di Indramayu, sebagai basis NII, ujar Solahuddin, memiliki hubungan yang misterius dengan penguasa. Ia pun menyebut beberapa kejanggalan antara hubungan NII-penguasa.

"Salah satu calon presiden agak aneh kalau kita lihat 25 ribu suara itu dialihkan pada 1 kandidat saja. Kalau bukan karena kedekatan hub antara Al-Zaytun dan tokoh-tokoh tersebut tidak mungkin terjadi," tukas Solahuddin.

Selain itu, lanjut Solahuddin, di lokasi Al-Zaytun pun terdapat gedung dengan nama HM Soeharto, mantan Presiden RI. Dan, lanjutnya, keluarga Soeharto banyak menyumbang ke ponpes yang dipimpin AS Panji Gumilang, yang disebutnya sebagai pemimpin NII KW9.

"Kalau nggak salah untuk bangunan itu sekitar 5 miliar," ujar Solahuddin. Itu, katanya, menunjukkan ada kedekatan antara NII KW9 yang dipimpin Panji Gumilang dan para politisi atau mantan-mantan penguasa.

Solahuddin pun menerangkan dua kejanggalan lain yang menandai hubungan dekat NII dengan penguasa. Pada 2008, katanya, polisi di Bandung pernah menangkap 20 orang terkait NII. "Waktu proses di pengadilan sebetulnya mereka mengaku bahwa NII KW9 itu pimpinan Panji Gumilang di Zaytun. Tapi kemudian itu tidak jadi diproses lebih jauh ketika mendekati pemilu (2009)," kata Solahuddin.

Solahuddin menilai hal tersebut karena pengikut NII bisa jadi lumbung suara. Sehingga, lanjutnya, yang terjadi adalah deal-deal politik antara Al-Zaytun dengan penguasa.

"Agak aneh kalau kita lihat 25 ribu suara (di Al-Zaytun) itu dialihkan pada 1 kandidat saja kalau bukan karena kedekatan hubungan antara Al-Zaytun dan tokoh-tokoh tersebut," ujar Solahuddin.

Aktivis Masyarakat Islam Moderat Zuhairi Misrawi menyatakan ideologi untuk mendirikan negara Islam merupakan fenomena Islam kontemporer. "Bukan fenomena Islam Klasik. Dalam Islam Klasik tidak ada pembentukan negara Islam," ujar Zuhairi.

Zuhairi pun menilai perlu dilakukan suatu kontra-ideologi atas pendirian negara Islam. Jawabannya, katanya, adalah Pancasila. (micom/OL-11)

0 komentar:

Posting Komentar