Senin, 16 Mei 2011

Damba Era Suharto

Padangnews.com-Sebuah survei yang digelar oleh Lembaga Survei Indo Barometer menyim­pulkan bahwa tingkat kepuasan terhadap kinerja Presiden SBY dan Wapres Boediono masih di bawah 50%. Bahkan survei itu menun­jukkan bahwa banyak responden mendambakan kondisi seperti zaman Soeharto.

Direktur Eksekutif Indo Baro­meter M Qodari dalam jumpa pers di Hotel Atlet Cen­tury, Jakarta, Minggu (15/5) menyebutkan bahwa persisnya tingkat kepuasan atas kinerja Presiden SBY sebesar 48,9%

dan Wapres Boediono sebesar 36,1%. Dalam kurun waktu 9 bulan terakhir terhitung Agustus 2010 hingga April 2011 tenyata belum ditemukan lonjakan kepuasan atas kepemimpinan SBY-Boediono.

“Ini lampu kuning untuk SBY-Boediono,” katanya.

Indo Barometer menyebutkan, isu-isu besar seperti ekonomi dan hukum perlu dijadikan prioritas terobosan bukan hanya perhatian semata. Lembaga itu melakukan survei kepuasan atas kinerja presiden SBY di berbagai bidang antara lain ekonomi, politik, penegakkan hukum, keamanan dan hubungan luar negeri.

Di bidang keamanan, tingkat kepuasan publik mencapai 58,7%, hubungan luar negeri sebesar 57,9 persen, dan di politik sebesar 56,5%. Sementara dua urutan terbawah yaitu di bidang ekonomi sebesar 41,2% dan penegakkan hukum 46,7%.

Selain itu, Lembaga ini juga melakukan survei kinerja SBY dalam 5 isu antara lain korupsi, pengang­guran dan lapangan pekerja, TKI di luar negeri, kemiskinan dan harga sembako. Tingkat kepuasan kinerja SBY dalam masalah korupsi sebesar 37,6%, harga sembako 28,6%, dan TKI di luar negeri sebesar 27,9%.

Untuk masalah kemiskinan dan pengangguran/lapangan kerja memili­ki urutan terendah masing-masing 25,8% dan 23,2%. Tingkat kepuasan di bidang pendidikan 65,5%, kese­hatan 60,9%, BBM dan gas 49,4%, dan perumahan rakyat 34,8%.

Survei lembaga Indobarometer ini dilakukan pada 25 April hingga 4 Mei 2011, di 33 provinsi di seluruh Indonesia dengan proses pengum­pulan data melalui wawancara tatap muka langsung dengan menggunakan kuesioner. Survei ini melibatkan 1200 orang responden dengan margin of error sebesar kurang lebih 3,0% pada tingkat kepercayaan 95 %.

Para responden dipilih dengan metode multistage random sampling yang mewakili seluruh populasi publik dewasa Indonesia.

Soeharto Lebih Baik

Masyarakat Indonesia saat ini mendambakan kondisi seperti era Orde Baru, di mana pemerintahan dipegang oleh Presiden Soeharto. Indo Barometer menemukan, 40,9 persen memilih kondisi pada saat masa Orde Baru. “Hanya 22,8 persen yang memilih kondisi saat ini (di masa Reformasi),” ujar M Qodari.

Lebih lanjut Qodari menjelaskan, masyarakat yang tinggal di pedesaan maupun perkotaan sama-sama menyatakan Orde Baru lebih baik. “Namun secara persentase publik perkotaan menyatakan Orde Baru lebih baik, lebih tinggi, yakni 47,7 persen dibandingkan pedesaan yakni 35,7 persen,” katanya.

Ekonom Faisal Basri yang menja­di penanggap hasil survei menya­takan, perubahan pembangunan perekonomian pada era Reformasi justru lebih dirasakan penduduk di perkotaan dari pada di pedesaan. Masyarakat pedesaan seharusnya lebih merasa Orde Baru adalah era terbaik untuk mereka.

Menurut Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia Faisal Basri menyatakan reformasi hanya mem­per­hatikan daerah perkotaan dari pada pedesaan sehingga penurunan tingkat kemiskinan jauh lebih lambat di daerah pedesaan.

“Di desa banyak orang yang merasakan orde Reformasi tidak lebih baik dari pada orang kota. Ini wajar karena 2/3 orang miskin ada di desa,” ujarnya.

Lambatnya perbaikan tingkat kemiskinan di daerah pedesaan ini, menurutnya, disebabkan oleh era reformasi tidak mendukung sektor pertanian yang merupakan tulang punggung ekonomi rakyat desa. Pemerintah dalam era reformasi tidak membantu petani dalam menjaga harga hasil pertanian dan juga infrastrukturnya. “Orde Reformasi banyak mementingkan pembangunan jalan tol dan bandara,” katanya.

Hal ini terbukti dengan anjloknya harga beras dalam negeri karena fungsi Bulog yang semakin minim, akibatnya mekanisme pasar semakin jalan dan produk-produk impor membanjiri konsumen. Faktor lain ialah tidak adanya pembangunan bendungan baru dan sistim irigasi yang telah banyak rusak. “Hal inilah yang membuat petani tidak bisa bersaing,” katanya. (eko/vnc/sam)

0 komentar:

Posting Komentar