Selasa, 01 Maret 2011

Kepalsuan Fantasi Seks Internet

istimewa

Judul: Birahi Maya: mengintip Perempuan di Cyberporn Penulis: Ellys Lestari Pambayun Penerbit: Nuansa Cendekia Bandung , Oktober 2010 Tebal: 332 Hlm. Harga Rp 55.000

Tidak semua hewan melakukan hubungan seksual. Perkembangan sebuah spesies bisa berkembang secara aseksual. Seks menjadi masalah pada hewan seksual, termasuk manusia. Masalahnya mengapa soal fundamental ini lebih menguat dibicarakan ketimbang bidang lain seperti makanan dan rumah yang sebenarnya menjadi masalah mendasar setiap hari?

Harus dijelaskan bahwa seks lebih menarik dibicarakan karena tabu. Dalam masyarakat timur yang rasionalitasnya masih tergolong rendah, tabu membicarakan sesuatu ibarat membicarakan hal-hal yang misterius. Semakin ditabukan, seks menjadi isu yang menarik. Dan ini juga masih terjadi pada era serba canggih jaman teknologi informasi sekarang ini. Melalui buku ini kita akan mendapat suguhan, bagaimana seksualitas beroperasi dalam internet.

Perempuan menjadi sentral dalam topik seksual di internet karena di sanalah fakta objektif laki-laki lebih dominan mengambil peran sebagai subjek dan perempuan menjadi objek seksual. Di masyarakat kita, seks, yang karena dianggap tabu, berdampak pada asumsi sesuatu yang menjijikkan. Mereka yang menganggap seks sebagai praktik privat pasangan suami istri manakala muncul ke ruang publik menjadi begitu mencemaskan.

Anehnya mengapa hal yang menjijikkan itu justru banyak mendapat tempat yang luas. Bahkan ketika seribu cara dilakukan untuk menanggulangi, selalu ada sejuta cara untuk tetap menghidupkan seks di ruang publik

Dari pengamatan sang penulis buku ini, nampa k terlihat bagaimana susunan dan cara penampilan distrukturkan melalui hubungan yang berlaku antara internet dengan para pemilik modal (kapitalis) pornografi dan pelaki (eksibisionis/model), di mana cara pandang mereka pada internet menununjukkan ada pengaruh oleh kehidupan organisasi domestik dan kekuasaan atas dasar kepentingan politik dan ekonomi. (Hlm 9).

Di ruang publik cyber itu perempuan seolah-olah menjadi barang dagangan dengan cara yang paling sensasional (seks-gila-gilaan). Perempuan menjadi barang yang paling menarik dikejar oleh laki-laki karena cara pandang tradisional masih begitu kuat mendudukkan pola hubungan patriarki.

Dunia cyberporn semakin gencar dan menantang oran g untuk melakukan voyeurisme, atau melihat secara diam-diam dengan cara mengintip sensasi dari kaum hawa di internet. Dan di sana lah berkembang fantasi seks kaum lelaki atas perempuan-perempuan yang dijadikan atau rela menjadikan diri sebagai objek seksual.

Melalui sudut pandang hubungan feminisme kritis, buku ini memperlihatkan bagaimana masyarakat tradisional yang beroperasi di dunia internet menunjukkan bagaimana laki-laki masih kuat mendominasi perempuan. “Laki-laki sebenarnya tidak bisa mengendalikan semua hal.”

Dengan kata lain, kaum adam masih memiliki persoalan dalam cara pandang terhadap perempuan. Mendudukkan perempuan dalam konteks seksual ini menjadi nilai hidup laki-laki tergolong rendah karena bermain di wilayah kehidupan semu dan mereka para penikmat pornografi itu tergolong jauh dari kesadaran sejati tentang bagaimana seharusnya berhubungan secara tepat dan baik terhadap perempuan.

Dengan pendekatan kritis, buku ini memberikan hal yang baru untuk bagaimana masyarakat kita, terutama lelaki dan perempuan bermitra sinergis dengan cara dialog kritis menjawab mengapa masalah seksual ada yang harus jadi subjek dan harus jadi objek. Pendekatan kritis seperti ini akan membuat kaum lelaki lebih meningkatkan kesadaran untuk tidak memperlakukan perempuan sebagai objek, dan dengan itu pula kaum perempuan tidak mudah terperosok menjadi bulan-bulanan dominasi lelaki.

Buku ini tergolong unik karena secara simple mampu memetakan berbagai cara pandang pemikiran tentang seksual. Dari cara pandang itu kita mengenal peta untuk meneropong seksualitas di era teknologi informasi. Penulisnya memiliki tawaran bahwa masalah dan solusinya bukan pada internet, melainkan dari kesadaran dan cara pandang manusia itu sendiri. Selain analisa keilmuan, buku ini menyajikan pengakuan-pengakuan berbagai pihak (pelaku seks ala cyberporn) untuk menjawab mengapa dan bagaimana semua itu terjadi.

Adapun letak kelemahan dari buku ini agaknya ditulis terlalu emosional. Karena penulisnya seorang perempuan, terkadang beberapa bagian disisipkan gugatan-gugatan sepihak kepada lelaki untuk lebih sadar dan mengabaikan sisi perempuan yang sebenarnya untuk saat sekarang telah banyak memiliki kesadaran yang cerdas untuk menolak patriarki. Namun demikian, buku ini tetap layak dibaca untuk memperkaya sudut pandang baru tentang hubungan seksual. Layak dibaca oleh para pendidik, oran gtua dari anak, dan siapa saja yang setiap hari berurusan dengan internet.

Makmun Yusuf. Peminat kajian buku kritis

0 komentar:

Posting Komentar