Sabtu, 24 Juli 2010

Sidang Pilkada Kian Panas

Padang news.com-Pekan depan, sidang gugatan pilkada Sumbar dilanjutkan Mahkamah Konstitusi. Tapi sejak awal panasnya pilkada Sumbar sudah beralih ke Jakarta.
Keputusan MK soal sengketa pilkada itu ditunggu rakyat di Sumbar. Mau diulang atau dilantik, tak penting benar. “Ponek wak pilkada-pilkada se, boreh maha juo,” kata seorang warga di Situjuah, Limapuluh Kota, kepada Singgalang, Jumat (23/7). Ungkapan ini paralel dengan harapan banyak pihak, karena pilkada cenderung menguras uang, tapi tak menghasilkan sesuatu yang lebih baik.
Mungkin karena itu, Mendagri akan memangkas tetek bengek pilkada melalui revisi undang-undang yang sekarang tengah digodok.
Pekan depan sidang pilkada Sumbar akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi. Rata-rata penggugat mempersoalkan proses, bukan hasil. Yang digugat seperti, politik uang, kartu pemilih, mobilisasi massa, kampanye hitam dan sederatan panjang lainnya.
Sementara MK hanya menyidangkan hasil pilkada. Menyangkut pelanggaran dalam tahapan-tahapan pilkada berada ddalam wilayah pidana umum. Muaranya ke kepolisian, bukan MK.

Diteken
Hingga Jumat (23/7) malam, Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, telah menandatangani 44 Surat Keputusan (SK) pengangkatan kepala daerah terpilih melalui pilkada.
Ke depan, pemerintah juga akan menyederhanakan proses pilkada guna mewujudkan tata pemerintahan yang baik. Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi menjelaskan, kini ongkos pilkada terlalu mahal ditanggung kandidat.
Betapa tidak, dalam pilkada, kandidat butuh dana minimal Rp5 miliar untuk level bupati dan walikota. Sementara untuk gubernur, dibutuhkan Rp10 miliar hingga Rp20 miliar.
Menurut Gamawan, ongkos politik sebanyak itu, tak seimbang dengan gaji yang akan didapat gubernur, bupati maupun walikota. Gaji gubernur hanya Rp8 juta, bupati dan walikota Rp6 juta.
Di lain pihak, kata dia, pemerintah juga dituntut mewujudkan tata pemerintahan yang baik. “Dengan ongkos politik yang mahal, bagaimana bisa diwujudkan tata pemerintahan yang baik,” kata dia.
Dikatakan Gamawan, kandidat yang kalah juga harus menanggung biaya besar. Kalau sekiranya bersengketa di Mahkamah Konstitusi juga memerlukan biaya besar.
Pemerintah tengah merevisi undang-undang pemilihan kepala daerah, agar pilkada lebih sederhana dan tanpa ongkos politik yang tinggi. Termasuk persoalan dinasti dalam pencalonan.
Tadi malam, Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri, Saut Situmorang menjelaskan tentang SK kepala daerah yang sudah ditandatangani Mendagri, termasuk yang diteruskan ke presiden.
Menurut Saut, sudah ada 70 usulan pengesahan pengangkatan kepala daerah, yang terdiri atas empat untuk gubernur, 54 bupati, dan 12 walikota. Namun, dari 70 usulan tersebut, baru 44 di antaranya yang ditandatangani Mendagri.
“Yang sudah selesai proses pengesahan pengangkatannya sampai tadi malam, sejumlah 44, yakni satu pengesahan pasangan gubernur dan wakil gubernur, 36 bupati dan wakil bupati, dan 7 wali kota dan wakil wali kota,” paparnya yang dikutip republikaonline.
Sementara sisanya, yakni 26 usulan pengesahan masih dalam proses. “Kita lihat aturannya sesuai tidak, dasar hukumnya apa, kalau sesuai ya diteken,” kata Saut.
Khusus untuk pengangkatan gubernur dan wakil gubernur, Mendagri hanya menandatangani usulan pengesahan untuk diajukan ke Presiden.
Sesuai UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pengesahan pengangkatan pasangan gubernur/wakil gubernur terpilih dilakukan Presiden.
Sementara, pengesahan pengangkatan pasangan calon bupati/wakil bupati atau walikota/wakil walikota terpilih dilakukan oleh Mendagri atas nama Presiden selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari. (singgalang))

0 komentar:

Posting Komentar